Minggu, 28 Oktober 2012

Kenapa Sih Harus Ada Bimbel?

Pendidikan Nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.(Visi UU No. 20/ 2003 Tentang Sisdiknas)

Hingga saat ini masih terngiang-ngiang pertanyaan dibenah saya, “Kenapa sih harus ada bimbingan belajar (bimbel), padahal pelajaran yang diajarkan sama dengan yang diajarkan di sekolah formal (SD, SMP, SLTA), pula terkadang yang mengajarkannya juga guru-guru itu juga yang mengajarkan di sekolah formal?”
Terhadap pertanyaan itu saya berusaha menjawabnya dengan membuka-buka UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), bolak-balik sampai lecek (kumal) dan terlipat-lipat.
Pada bab VI bagian kesatu umum, pasal 13 menyebutkan bahwa jalur pendidikan kita terdiri atas (i) pendidikan formal, (ii) non formal, dan (iii) pendidikan informal, disebutkan bahwa ketiganya dapat saling melengkapi dan memperkaya. Lalu pada pasal 14-nya disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Kemudian pada bagian kelima pasal 26 ayat (1) menyebutkan bahwa pendidikan nonformal diselengarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, ayat (2) nya menyebutkan bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Sedangkan pada bagian keenam pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Dengan membaca ketentuan-ketentuan tersebut, kini sudah jelas terjawab, bahwa bimbingan belajar (bimbel) termasuk ke dalam pendidikan nonformal dengan fokus membantu mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal, harusnya dalam diktum ini dipandang perlu ditambah ungkapan, “yang tidak diajarkan pada pendidikan formal”.
Kenapa begitu, mari kita buka ketentuan selanjutnya, pada pasal 39 ayat (2) disebutkan bahwa pendidik, adalah merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Untuk menunjukkan profesionalitas dan kompetensi pendidik, sesuai yang diatur pada ketentuan pasal 61 ayat (1), (2), (3) dan (4) para pendidik terlebih dahulu harus melalui sertfikasi dan mendapat ijazah sebagai sertifikat kompetensi.
Dari uraian tersebut di atas disimpulkan, seyogianya bimbingan belajar (bimbel) yang sekarang banyak menjamur hendaknya tidak mengajarkan kembali palajaran-pelajaran yang telah diajarkan formal, namun ajaran yang sifatnya melengkapi dalam rangka penguatan pendidikan formal. Namun, apabila mengajarkan ajaran-ajaran yang diajarkan pada pendidikan formal, akan terbersit fenomena bahwa pendidik formal dengan ijazah sertifikasi sebagai sertifikat kompetensi masih menunjukkan ketidakmampuannya dalam mendidik peserta didik formal.
Semoga bermanfaat, salam kompasiana.

(Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/05/kenapa-sih-harus-ada-bimbel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar